CYBER ESPIONAGE
Pengertian Cyber Espionage
Cyber memata-matai atau Cyber
Espionage adalah tindakan atau praktek memperoleh rahasia tanpa
izin dari pemegang informasi (pribadi, sensitif, kepemilikan atau rahasia
alam), dari individu, pesaing, saingan, kelompok, pemerintah dan musuh untuk
pribadi, ekonomi , keuntungan politik atau militer menggunakan metode pada
jaringan internet, atau komputer pribadi melalui penggunaan retak teknik
dan perangkat lunak berbahaya termasuk trojan horse dan spyware . Ini sepenuhnya
dapat dilakukan secara online dari meja komputer profesional di
pangkalan-pangkalan di negara-negara jauh atau mungkin melibatkan infiltrasi di
rumah oleh komputer konvensional terlatih mata-mata atau dalam kasus
lain mungkin kriminal karya dari amatir hacker jahat dan programmer software .
Cyber espionage biasanya melibatkan penggunaan akses
tersebut kepada rahasia dan informasi rahasia atau kontrol dari masing-masing
komputer atau jaringan secara keseluruhan untuk strategi keuntungan dan psikologis , politik, kegiatan
subversi dan fisik dan sabotase . Baru-baru ini, cyber mata-mata melibatkan
analisis aktivitas publik di situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter .
Cyber espionage merupakan salah satu tindak pidana cyber crime yang
menggunakan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak
lain dengan memasuki jaringan komputer (computer network system) pihak
sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen
atau data-data pentingnya tersimpan dalam satu sistem yang computerize.
Undang –
undang yang mengatur tentang kejahatan Cyber Espionage adalah UU ITE NO 11 Tahun 2008 , yaitu :
Pasal 30 Ayat 2 ”mengakses
komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk
memperoleh informasi dan/atau dokumen elektronik”
Pasal 31 Ayat 1 “Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan
atas Informasi dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain”
Pasal 46 Ayat 2 “ Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)”
Pasal 47 Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Carding, salah satu jenis cybercrime yang terjadi di Bandung
sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri
nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan
di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini,
digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi
di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku, rata-rata
beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung. Mereka biasa
bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka peroleh dari
beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian ini menolak
menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan
lebih lanjut.
Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai
kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs
lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik dengan
pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan
Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
Cara Mengatasi Carding
Cara Penanggulangan dan Pencegahan yang
dapat dilakukan terhadap carding :
Meskipun dalam
kenyataannya untuk penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak
sebagaimana kasus-kasus biasa secara konvensional tetapi untuk
penanggulangannya harus tetap dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar ruang gerak
pelaku carding dapat dipersempit.
1. Pencegahan dengan hukum
Hukum cyber sangat identik dengan dunia maya,
yaitu sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Hal ini akan meenimbulkan kesulitan
bagi para penegak hukum terkait dengan pembuktian dan penegakan hukum atas
kejahatan dunia maya. Selain itu obyek hukum cyber adalah data elektronik yang
sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru
dunia dalam waktu hitungan detik. Oleh karena itu, kegiatan cyber meskipun
bersifat virtual dan maya dapat dikategorikan sebagai tidakan dan perbuatan
hukum yang nyata.
Secara yuridisuntuk ruang cyber sudah tidak ada
tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi
hukum konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara
ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari
jerat hukum. Karena kegiatan ini berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya
bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan
pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dan
penyempurnaan undang – undang dibidang cyberspace.
2. Pencegahan dengan teknologi
Handphone
dapat dikatakan merupakan keamanan yang privacy bagi penggunanya. SMS
bisadijadikan sebagai otentikasi untuk mencegah para carding menggunakan kartu
kredit ilegal. Untuk itu diperlukan suatu proses yang dapat memberikan
pembuktian bahwa dengan cara otentikasi sms dilakukan dengan menggunakan tanda
tangan digital dan serifikat.
3. Pencegahan dengan pengamanan web security.
Penggunaan
sistem keamanan web sebaiknya menggunakan keamanan SSL. Untuk data yang
disimpan kedalam database sebaiknya menggunakan enkripsi dengan metode
algoritma modern, sehingga cryptoanalysis tidak bisa mendekripsikanya.
0 komentar:
Posting Komentar